Jakarta, 28 November 2025 - Indonesia tidak pernah lupa kasus David Ozora, la bukan sekadar nama, tetapi simbol luka, kemarahan publik, dan pertanyaan besar tentang keadilan, kekuasaan, serta budaya diam terhadap kekerasan. Dari kisah nyata tersebut, lahirlah sebuah film berjudul Ozora: Penganiayaan Brutal Penguasa Jaksel yang secara berani menempatkan tragedi itu dalam konteks lebih luas, yakni soal gugatan dan suara rakyat, serta menyoroti ketimpangan hukum hingga perjalanan spiritual dan psikologis dari sudut pandang keluarga korban.
Disutradarai oleh Umbara Brothers-Anggy Umbara dan Bounty Umbara-film ini diproduksi oleh Umbara Brothers Film berkolaborasi dengan VMS Studio, 786 Entertainment, Rumpi Entertainment, Makara Production, A&Z Films, dan Dbay Film Factory. Film ini juga menjadi ajang reuni bagi Anggy dan Bounty setelah sekian lama tidak menggarap film bersama sebagai sutradara.
"Ide awal film ini memang lahir dari Bounty, namun ketika pertama kali merencanakan proyek ini, kami sudah sangat memiliki ceritanya dan sepakat untuk menyutradarainya bersama-sama," jelas Anggy dan Bounty.
Film Ozora: Penganiayaan Brutal Penguasa Jaksel menceritakan perjuangan Jonathan menghadapi mimpi terburuknya ketika putranya, David Ozora, masuk koma akibat penganiayaan brutal oleh anak seorang pejabat tinggi negara. Saat kasus ini viral, Jonathan bersama dua sahabat setianya, Melissa dan Rustam, terus berjuang menegakkan keadilan di tengah sistem hukum yang terasa timpang, sementara sang pelaku justru mendapat keringanan karena kekuasaan ayahnya.
Film ini dipastikan bukan rekonstruksi kriminal, melainkan interpretasi yang memperlihatkan bagaimana bullying dan kekerasan meninggalkan dampak mendalam pada seseorang serta orang di sekitarnya. Ceritanya mengikuti perjalanan psikologis dan spiritual seorang ayah dalam menghadapi ketidakadilan saat anak kandungnya koma selama puluhan hari dan berusaha kembali bangkit, sekaligus menunjukkan bagaimana dukungan publik menjadi bagian dari proses pemulihannya.
"Kisah David ini memang mengguncang Indonesia, viral di mana-mana. Tapi banyak masyarakat yang tidak tahu bagaimana perjalanan psikologis bahkan spiritual seorang ayah yang melihat anaknya menjadi korban bullying dari seorang anak pejabat negara sampai harapan hidupnya hanya 2 persen. Jadi dalam film ini juga akan mengangkat soal harapan dan mujizat Tuhan" jelas Anggy Umbara, sutradara sekaligus produser film ini
Selain menyoroti perihal hukum dan keadilan, film ini membawa penonton masuk ke perjalanan emosional Jonathan, sosok ayah yang dimainkan oleh Chicco Jerikho. la mengaku bahwa karakter ini memiliki tingkat kesulitan yang tinggi dan sangat menguras energi.
"Meski bukan film action yang berantem-berantem, rasanya bermain di film ini dan memerankan karakter Jonathan sangat melelahkan. Selain karena saya memiliki kedekatan dengan kasusnya, saya rasa manusia mana pun pasti akan merasa berat menghadapi cobaan hidup seperti ini. Perasaan emosional itulah yang membuat saya harus benar-benar mengatur emosi agar tetap berada di frekuensi Jonathan pada kejadian aslinya" papar Chicco Jerikho.
Selain menjadi pengingat atas kasus perundungan yang mengguncang Indonesia, film ini juga menyoroti bagaimana solidaritas masyarakat dapat tumbuh menjadi kekuatan nyata ketika ketidakadilan terjadi. Di tengah situasi ketika penyalahgunaan kekuasaan kerap mengemuka, Ozora mengajak publik untuk memanfaatkan berbagai ruang seperti halnya ruang-ruang digital untuk melawan ketidakadilan.
SINOPSIS OZORA: PENGANIAYAAN BRUTAL PENGUASA JAKSEL
Jonathan (Chicco Jerikho) harus berjuang menyelamatkan nyawa anaknya, David Ozora (Muzakki Ramdhan), yang dianiaya seorang anak Pejabat Tinggi Negara, hingga masuk ke dalam keadaan Koma. Kondisi David Ozora pun menjadi Viral, lalu bersama-sama seluruh masyarakat Indonesia yang beragam Agama serta kepercayaannya, mereka melakukan Doa bersama mengharapkan mukjizat untuk kesembuhan sang Anak.
Juga bersama kedua sahabatnya, Melissa (Tika Bravani), dan Rustam (Rizky Hanggono), Jonathan terus memperjuangkan keadilan, dimana Dennis (Erdin Werdrayana), sang penganiaya, terus mendapatkan bantuan dan keringanan dari system yang dipertanyakan kebersihannya dalam menerapkan Hukum, karena peranan dan jabatan ayahnya yang mengaku sebagai Penguasa Jakarta Selatan.
Berikut Trailer Film OZORA: PENGANIAYAAN BRUTAL PENGUASA JAKSEL
INFORMASI FILM
Judul: Ozora: Penganiayaan Brutal Penguasa Jaksel
Genre: Drama, Thriller, Kriminal
Produser: Indah Destriana, Anggy Umbara.
Penulis: Ardi & Tata Rak Buku, Anggy Umbara
Sutradara: Anggy Umbara & Bounty Umbara
Pemeran:
° Chicco Jerikho,
° Muzakki Ramdhan,
° Erdin Werdrayana,
° Tika Bravani,
° Donny Damara,
° Annisa Kaila,
° Mathias Muchus.
° Produksi: Umbara Brothers Film
ORIGINAL SOUNDTRACK (OST) FILM OZORA: PENGANIAYAAN BRUTAL PENGUASA JAKSEL
OST Film OZORA adalah kurasi musik yang brilian, yang secara strategis memperkuat pesan film melalui spektrum suara kritik. Sutradara Anggy Umbara memilih lagu-lagu yang secara terbuka menyuarakan keresahan publik, menjadikannya manifesto kritik audiotif.
1. Hidup Setara
Band: Armia And The Shadows (A.N.T.S)
Single: 'Hidup Setara' (Feat. Sara Wijayanto & Anggy Umbara)
Lagu ini menggunakan Rock Modern dramatis dan sentuhan spiritual (Sara Wijayanto) untuk membangun empati dan melambangkan perjuangan batin korban. A.N.T.S menyediakan jembatan emosional yang sinergis antara narasi film dan penonton.
2. Bayar, Bayar, Bayar & Gegap Gempita
Band: Sukatani
Lagu: 'Bayar, Bayar, Bayar', Gegap Gempita
Lagu punk kontroversial yang mengkritik praktik pungutan liar ini secara eksplisit dibawa ke layar lebar. Keputusan Anggy Umbara mempertahankan lagu ini adalah tindakan subversif yang secara simbolis menolak pembungkaman yang sempat dialami band tersebut, mengintegrasikan protes nyata publik ke dalam film. Jika "Bayar, Bayar, Bayar menghadirkan dunia Sukatani melalui kritik sosial yang meletup dari ruang keseharian, maka "Gelap Gempita" bergerak lebih dalam, ia menyuarakan kekalutan batin, hiruk pikuk tekanan sosial, dan keheningan gelap yang kerap menyelimuti para korban ketidakadilan.
Lagu ini menangkap atmosfer emosional OZORA: bising oleh opini publik, tetapi sunyi di ruang hukum; gaduh di media, namun gelap di dalam diri, Pemilihan "Gelap Gempita" sebagai bagian dari OST bukan keputusan estetis semata, melainkan upaya memperkaya narasi perlawanan film, menegaskan bahwa ketidakadilan tidak hanya tercatat dalam berita, tetapi juga bergetar dalam tubuh manusia.
3. Kuning (Marky Najoan)
Musisi: Marky Najoan
Lagu: 'Kuning
Lagu ikonik ini, yang diciptakan dan/atau dibawakan oleh Marky Najoan (anggota Rumah Sakit), menyajikan kritik reflektif terhadap idealisme dan kekuasaan yang terkikis. 'Kuning' berfungsi sebagai cermin psikologis yang melengkapi amarah Sukatani dengan perenungan moral dan eksistensial, menciptakan kritik berlapis dalam OST.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar